Kamis, Juni 11, 2009

AMBALAT CONFLICT - THE EXPLORERS

Panasnya situasi Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia, ditengarai adanya dorongan dari korporasi-korporasi yang sudah sangat berhasrat untuk menghasilkan jutaan dollar dari eksplorasi blok Ambalat. Ada baiknya kita mengenal para explorer Blok Ambalat.

Royal Dutch Shell plc
Berdiri: 1907
HQ: Den Hague
Industri: Minyak dan gas
Profit 2008: USD 26 Trilliun
Website: www.shell.com

Forbes Global 2000 di tahun 2009 ini menempatkan Shell di posisi kedua pada urutan perusahaan besar kelas dunia dengan beroperasi di lebih dari 140 negara di seluruh dunia.
Cikal bakal perusahaan ini justru berasal dari Indonesia, dimana pada tahun 1890 didirikan untuk melakukan eksplorasi minyak bumi di Hindia Belanda. Pada tahun 1907, bergabung dengan Shell Transport and Trading, sebuah perusahaan berbendera Inggris, dengan nama “Royal Dutch Petroleum Company” (dalam bahasa Belanda: Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij).

Ekspansi pertamanya ketika mengambil alih Mexican Petroleum Company pada tahun 1921. Pada tahun 1935, bekerja sama dengan British Petroleum, membentuk Shell-Mex-BP Ltd dan berfokus pada pasar di Inggris.

Kapitalisme menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Beberapa tindakan tidak terpuji dilakukan Shell untuk mendapatkan keuntungan (1):

Pada masa pemerintahan Nazi di Jerman, Shell bekerja sama dengan Deutsche Gasoline, mempekerjakan tenaga kerja paksa dengan perlindungan pasukan SS – Nazi di Wina dan Hamburg.

Pada awal kemerdekaan Rhodesia (Kini Zimbabwe), PBB mengenakan embargo pada negara baru tersebut. Shell secara resmi juga ikut mendukung embargo tersebut. Akan tetapi, secara diam-diam melakukan suplai ke Rhodesia.

Shell Italiana, anak perusahaan Shell di Italia, bermain mata dengan para politisi Italia. Anak perusahaan itu akhirnya bangkrut dan dijual ke Eni, perusahaan minyak negara milik Italia.

Di Irlandia, Shell memaksa penduduk lokal untuk keluar dari perkampungan mereka karena akan dilewati pipa kilang minyak.

Pada tahun 2000, ketika itu Irak terkena embargo, Shell secara diam-diam mengangkut minyak Irak dengan nilai kontrak USD 2 juta.

Di Nigeria, gerakan damai menentang kerusakan lingkungan di Ogoni, kawasan Delta Niger, berujung dengan dieksekusinya pimpinan gerakan tersebut, Ken Saro-Wiwa. Diduga, Shell terlibat dalam upaya eksekusi tersebut

Blok Ambalat, Shell mendapatkan ijin dari pemerintah Indonesia untuk melakukan survei geologi di blok Ambalat. Setelah mendapatkan hasil survei tersebut, Shell justru mengajak Petronas untuk menggarap blok Ambalat dan mendorong Malaysia untuk klaim atas kawasan tersebut (2)


Chevron Corporation
Berdiri: 1879
HQ: San Ramon, California
Industri: Minyak, gas dan pertambangan
Profit 2008: USD 24 Trilliun
Website: www.chevron.com

Chevron adalah perusahaan energy terbesar ke empat di dunia dan beroperasi di lebih 180 negara di seluruh dunia. Seperti perusahaan minyak lainnya, Chevron merupakan perusahaan hasil merger dari beberapa perusahaan minyak di AS. Jika dilihat dari “akar”-nya, ada tiga perusahaan yang menjadi “akar” perusahaan Chevron: Pacific Coast Oil Company (berdiri tahun 1879), Texas Fuel Oil Company (Texaco) (berdiri pada tahun 1901) dan Standard Oil of California (SoCal) ( berdiri tahun 1911). SoCal mendapat konsesi ekplorasi di Saudi Arabia dan kemudian membentuk Arabian American Oil Company (ARAMCO) di tahun 1944. Aramco sendiri akhirnya menjadi milik sepenuhnya pemerintah Saudi di tahun 1988.

Pada tahun 1984, SoCal membuat kehebohan dengan melakukan merger dengan Gulf Oil. Upaya merger itu merupakan upaya merger terbesar pada saat itu. Setelah merger, SoCal berubah nama menjadi Chevron Corporation.

Pada tahun 2001, Chevron mengakuisisi Texaco. Proses akuisisi juga dilakukan pada Unocal di tahun 2005, yang menjadi Chevron sebagai penghasil energy geothermal terbesar di dunia.

Konsesi eksplorasi di kawasan Ambalat Timur di dapat dari pemerintah Indonesia di tahun 2004, dimana konsesi tersebut berlaku sampai dengan tahun 2010. Namun karena sengketa dengan Malaysia, maka proses eksplorasi belum dapat dilakukan.


Eni S.p.A
Berdiri: 1953
HQ: Roma, Italia
Industri: Minyak dan gas
Profit 2008: USD 16 Trilliun
Website: www.eni.it


Eni merupakan BUMN Italia yang beroperasi di lebih 70 negara di seluruh dunia. Perusahaan ini merupakan perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di Italia. Dahulu adalah anak perusahaan dari AGIP, namun pada tahun 2003, Eni justru mencaplok AGIP dan menjadikannya sebagai Refininf and Marketing Division untuk brand “AGIP”.

Awalnya melakukan eksplorasi di dalam negeri. Pada awal tahun 1960-an mulai melakukan ekspansi ke luar negeri yakni di Mesir dan Iran. Pada awal tahun 1970-an, Eni mulai mengeksplorasi gas dan menjadi pendapatannya yang lain di luar minyak bumi. Saat ini, Eni berfokus pada 3 bidang: Eksplorasi dan Produksi, produsen gas, dan engineering & construction. Beberapa anak perusahaan Eni yang cukup terdengar adalah Saipem (kontraktor minyak dan gas) dan AGI (kantor berita).

Di Ambalat, Eni mendapat konsesi dari pemerintah Indonesia sejak tahun 1998. Akan tetapi konflik antara Indonesia dan Malaysia membuat proses eksplorasi menjadi tertunda (3)


Salam…

AMBALAT CONFLICT - ORIGIN DISPUTE

Konflik Ambalat merupakan konflik “lama” akibat saling klaim daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, semenjak Malaysia melakukan klaim sepihak di tahun 1979. Konflik ini semakin meningkat dengan dipicunya “kemenangan” klaim atas pulau Sipadan – Ligitan di Mahkamah Internasional di bulan Desember 2002. Korporasi Internasional yang mendapat konsesi untuk “mengelola” kawasan Ambalat dari dua negara, diduga juga turut memanas-manasi situasi ini, dengan harapan dapat segera mengeruk keuntungan. Bagaimana tidak menguntungkan, menurut satu penelitian, satu mine point mengandung 764 juta barrel minyak dan 1,4 milyar kaki kubik gas. Sementara masih ada delapan lagi dengan kandungan yang kurang lebih sama (1).

HIStory

Block Ambalat dengan luas sekitar 25.700 KM persegi dahulu tidak dilirik oleh kedua negara. Pada perjanjian tapal batas antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1969, justru kedua negara tidak memasukkan daerah tersebut pada peta masing-masing negara. Akhirnya diputuskan bahwa perbatasan tersebut mengacu pada perjanjian pada masa kolonial antara Inggris dan Belanda.
Malaysia kemudian menyadari potensi yang ada pada kawasan tersebut dan membuat klaim sepihak pada tahun 1979 dengan menerbitkan peta wilayah. Penerbitan peta tersebut diprotes oleh Indonesia, karena klaim Malaysia atas wilayah Sipadan-Ligitan dan blok Ambalat. Kasus Sipadan-Ligitan, yang berhasil dimenangkan oleh Malaysia di Mahkamah Internasional, memicu keyakinan Malaysia untuk mengklaim blok Ambalat. Padahal menurut konsensus Internasional serta dokumen peninggalan Belanda, Indonesia adalah yang berhak memiliki daerah tersebut (2). Tidak seperti pada kasus Sipadan-Ligitan, dimana Malaysia penuh percaya diri membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional, pada kasus ini, Malaysia tidak percaya diri dan berusaha untuk mengulur waktu. Upaya ini dilakukan karena bukti-bukti yang dimiliki oleh Malaysia lemah serta apabila dihadapkan pada consensus internasional untuk penetapan wilayah, maka Malaysia akan kalah. Indonesia tidak bisa membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional, karena sesuai dengan aturan, kasus yang dapat dibawa ke Mahkamah Internasional harus diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Malaysia berusaha untuk mengulur waktu dan lebih memilih jalan perundingan dengan Indonesia.

Korporasi internasional yang mendapat konsesi dari masing-masing negara juga mendorong ‘panas’nya situasi di Ambalat. Perusahaan Minyak dan Gas, Shell, diduga menjadi pemicu awal memanasnya situasi di Ambalat. Pada awalnya, Shell mendapatkan ijin untuk melakukan survei dari pemerintah Indonesia. Namun setelah ijin survei berakhir, Shell justru membuka data surveinya kepada pemerintah Malaysia. Sungguh suatu tindakan yang tidak terpuji (3)

Future

Kehilangan Sipadan-Ligitan membuka mata Indonesia dan lebih memperhatikan daerah-daerah perbatasan yang selama ini termarjinalkan. Harus ada political will untuk membenahi daerah-daerah perbatasan. Pemerintah harus segera mengeluarkan PP sebagai juknis implementasi UU no 43/2008 tentang Wilayah Negara. Sehingga penduduk di wilayah perbatasan tidak tergoda untuk “menyebrang” ke negara lain untuk mendapatkan kesejahteraan lebih baik lagi seperti kasus Askar Wataniah yang sempat menghebohkan Indonesia beberapa waktu lalu. (lihat pembahasan Askar Wataniah pada blog ini)

Pemberdayaan daerah juga dapat dilakukan dengan pembentukan provinsi Kalimantan Utara. Seperti kita ketahui, luas provinsi Kalimantan Timur yang sama dengan 1,5 kali luas pulau Jawa dan Madura, mengalami kesulitan dalam monitoring daerah yang sangat luas. Akibatnya terjadi ketidak seimbangan distribusi pembangunan terutama di daerah-daerah perbatasan. Secara administrasi pemerintahan, sudah ada 5 kabupaten/kota yang siap bergabung dengan propinsi Kaltara ini. mereka adalah pemkab Bulungan, pemkab Berau, pemkab Malinau, pemkab Nunukan, dan pemkot Tarakan.

Penguatan kekuatan militer di daerah-daerah perbatasan. Saat ini penugasan satuan militer lebih banyak bersifat temporary sehingga pendekatan territorial kurang. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun fort, lanal dan lanud permanen. Dengan adanya posisi permanen, diharapkan pendekatan territorial akan semakin meningkat. Hal ini juga merupakan implementasi UU no 3/2002 tentang Pertahanan Negara serta UU no 34/2004 tentang TNI. Percepatan pembentukan Penjaga Laut dan Pantai (PALAPA) atau Indonesia Sea and Coast Guard, yang merupakan aplikasi UU no 17/2008, sebagai kekuatan tambahan AL (lihat pembahasan ISCG pada bagian lain di blog ini).

Belajar dari kasus Sipadan-Ligitan, perlu peningkatan sinergi antar lembaga baik daerah maupun pusat, sehingga mempunyai pemikiran serta tindakan yang sama dalam menghadapi kasus Ambalat ini.

Pemerintah harus lebih berhati-hati dalam melakukan kerja sama dengan korporasi internasional. Selama ini kontrak karya yang dibuat, lebih banyak menguntungkan korporasi internasional dan mengabaikan kepentingan nasional. Mengacu pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945, seharusnya kekayaan alam Indonesia dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat Indonesia.


Salam…