Rabu, Desember 31, 2008

ELANG RETAK

Judul : Elang Retak; Mati Bukan Masalah, Hidup yang Jadi Persoalan.

Pengarang : Gus Ballon

Penerbit : Q-Press

Cetakan : 1

Tahun penerbitan : 2005


Penulis tertarik untuk membaca novel ini setelah membaca beberapa resensi yang menyatakan bahwa novel ini bagus. Saking penasarannya, penulis sengaja datang jauh-jauh ke Palasari, Bandung, yang dari dulu terkenal sebagai pasar buku dengan koleksi yang lengkap, mulai jaman Rafles sampai dengan buku-buku aktual. Dan novel ini didapat penulis dalam kondisi yang bagus (masih tersampul plastik) dan dibandrol cukup murah untuk novel yang tebal ini.

Novel ini bercerita tentang satu unit pasukan komando yang ditugaskan untuk menghentikan transaksi penjualan senjata kelompok sempalan “Orde Suci” di Pulau Kabilat. Pulau ini terletak di kawasan Indonesia Timur. Setting waktu diperkirakan pada pertengahan tahun 70-an. Sebagaimana informasi pada sampul belakang dari novel ini, novel ini bercerita tentang intrik politik, pertentangan berbagai ambisi kekuasaan, pengkhianatan, kesetiakawanan, sikap satria dan perwira, kekonyolan tentara dan adanya ruang abstraksi perasaan yang terpendam. Ceritanya berkelok-kelok dan membuat penasaran.

Unit komando ini terdiri dari pribadi-pribadi yang “unik”. Mempunyai kemampuan militer yang lebih, namun tidak diimbangi dengan perilaku yang baik. Indisipliner, urakan, berani dan ganas, itulah kata-kata yang cocok menggambarkan mereka. Mereka terdiri dari 14 orang dipimpin oleh Letnan Risman Zahiri. Tim ini dibantu oleh seorang sipil bernama Harun, yang menjadi tokoh utama dalam novel ini. Harun digunakan tenaganya karena mengenal pulau Kabilat.

Harun mempunyai latar belakang yang memaksanya terlibat dalam tim ini. Diceritakan bahwa Harun terpaksa melarikan diri dari Medan karena membunuh seorang bandar judi dan secara tidak sengaja membunuh seorang polisi. Ia kemudian bergabung dengan tim voluntir bentukan US Navy Seals, yang digunakan untuk membantu Amerika dalam perang Vietnam. Ia mendapatkan pelatihan militer ala Navy Seals dan membantu militer Amerika dalam operasi logistik di daerah delta sungai Mekong. Setelah Amerika kalah di perang Vietnam, Harun kabur ke Filipina. Di sinilah ini berkenalan dengan keluarga Ferte, yang menguasai sindikasi persenjataan di Filipina dengan basis di sebuah pulau kosong di wilayah internasional. Dari seringnya terlibat dalam transaksi penjualan senjata, Harun mengenal Pulau Kabilat. Dengan semakin pentingnya peran Harun pada keluarga Ferte, namanya mulai muncul di catatan INTERPOL.

Karena merasa capek dengan kondisi yang ada, Harun kabur ke Indonesia dan ditangkap oleh ALRI (TNI AL) di perairan Ambon. Karena masih sulitnya komunikasi, maka ia lolos dari incaran INTERPOL dan kepolisian Medan. Dari situ kemudian pergi ke Jawa dan bekerja serabutan. Dari sinilah ia dijebak dan terpaksa mengikuti tim komando ini.

Sebagaiman pengantar dari penerbit, novel ini sudah selesai pada tahun 2002 dan sudah ditawarkan ke berbagai penerbit dan sebgian besar menolak menerbitkannya. Berbagai alasan diterima oleh pengarangnya, mulai dari bersifat teknis seperti naskah terlalu panjang, temanya terlalu menyindir sampai tidak direspon sama sekali. Q-Press akhirnya yang menerbitkan novel ini karena tidak melihat alasan apapun untuk tidak menerbitkannya.

Yang menjadi misteri adalah pengarangnya. Novel ini tidak memberikan data apapun tentang pengarangnya. Sungguh disayangkan akan hal ini karena dengan ketiadaan data pengarang, kita tidak akan mengetahui kiprahnya (bila) menerbitkan novel lainnya.

Alur ceritanya menarik dan menegangkan. Penuh perenungan diri dari Harun sang tokoh dalam cerita ini, seperti perenungan yang menarik dan dijadikan sub judul novel ini: mati bukan masalah, hidup yang jadi persoalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar