Nama Erick Wotulo (59 th) mendadak terkenal karena tertangkap oleh otoritas Amerika Serikat pada tanggal 29 September 2006, dengan tuduhan penjualan senjata pada organisasi teroris Macan Tamil – Sri Langka dan aksi pencucian uang. Ia tertangkap bersama Thirunavukarasu Varatharasa (37 th; WN Sri Langka) dan Haniffa Bin Osman (56 th; WN Singapura). Selain itu, ditangkap juga WNI lainnya, Haji Subandi (69 th), Reinhard Rusli (34 th), Helmy Sudirja (33 th).
Otoritas Amerika Serikat mengendus adanya transaksi senjata illegal semenjak April 2006, dimana Erick Wotulo bersama dengan Haji Subandi, Varatharasa dan Osman bekerja sama untuk pengadaan senjata bagi gerakan Macan Tamil. Seperti yang telah diketahui, Macan Tamil adalah gerakan perlawanan di Sri Langka Utara yang menuntut lepas dari Sri Langka. Gerakan ini digolongkan sebagai organisasi teroris di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Untuk pengadaan ini, Erick Wotulo berhasil melakukan kontak dengan supplier yang ternyata adalah informan otoritas Amerika Serikat. Setelah melalui beberapa proses, Erick Wotulo dan kelompoknya berhasil mendapat persenjataan yang diinginkan. Melihat hasil yang memuaskan, maka dilakukan pembicaraan bisnis lanjutan di
Isu ini menjadi perhatian publik pada waktu itu, karena belum lama ditemukan ratusan senjata illegal di rumah alm Brigjen Koesmayadi, Waaslog KASAD. Di samping itu juga, TNI sedang disorot atas beredarnya senjata dan amunisi TNI di tangan kelompok sipil bersenjata di Aceh, Poso dan Maluku. Penyelidikan atas ditemukannya 145 senjata serta 28 ribu butir amunisi, hanya menyisakan misteri. Siapa dan bagaimana hukuman yang dikenakan pada pelaku yang terkait tidak jelas sampai saat ini.
Siapa Erick Wotulo? Pria kelahiran Nangon, Sulawesi Utara pada tahun 1947 ini adalah lulusan Akademi Angkatan Laut tahun 1971. Meniti karir sebagai perwira marinir dengan spesialis kavaleri di batalion kavaleri – resimen bantuan tempur, di Karang Pilang,
Kasus ini membuka sedikit demi sedikit bagaimana bisnis senjata itu dilaksanakan. Yang menarik adalah “keberanian” melakukan transaksi penjualan senjata lintas negara dan berhubungan dengan organisasi teroris, namun tidak didukung dengan data intelijen yang cukup sehingga dengan mudah terjebak. Selain itu juga, kiprah para jenderal di dunia bisnis (apalagi bisnis internasional seperti pada kasus ini) adalah sesuatu yang “baru”, sebab bisnis (dan juga dunia pendidikan) sepertinya kurang diminati oleh para jenderal. Mereka lebih suka berkiprah di dunia politik karena telah mengenal lama lewat dwi fungsi ABRI.
Salam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar