Senin, Januari 05, 2009

PERTEMPURAN LAUT ARU, 15 JANUARI 1962

Menarik sekali melihat acara Metro Files malam ini yang membahas tentang gugurnya Komodor Yos Sudarso pada pertempuran laut Aru. Acara ini merupakan tayangan ulang dari acara yang sama yang pernah ditayangkan pada awal tahun 2007 (seingat penulis loh hehehe..)… loh koq tahu ini tayangan ulang?... soalnya pada running text Pemred-nya masih Andy F Noya, bukan Elman Saragih... hehehe… sedikit flashback, Andy Noya mundur dari Pemred MetroTV pada awal Juni 2008 dan digantikan oleh Elman Saragih…


MetroTV mewawancarai empat nara sumber: Saleh A. Djamhari (Pengajar Dept Sejarah UI; Kolonel (Purn)), Soedomo (tau dong siapa dia, kebangetan kalo ga tau.. hehehe), Oemar Dhani (Mantan KASAU; pernah mendekam di penjara karena keterlibatan dalam G30S), Soeharmaji (ABK RI Macan Tutul; pada acara ini ia memakai PDH TNI AL dengan pangkat Peltu), dan Soekirman (Juru mudi RI Macan Tutul). Penulis melihat 4 hal yang ditonjolkan pada acara tersebut: latar belakang peristiwa tersebut, kisah sebelum peristiwa tersebut, kronologi pertempuran laut Aru serta kisah setelah pertempuran tersebut.


Sebagaimana kita ketahui, salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar adalah penyerah kedaulatan RI, kecuali Papua bagian barat, yang baru akan diserahkan pada Indonesia setelah satu tahun. Belanda ingkar janji akan hal ini, apalagi setelah ditemukan area pertambangan yang cukup besar, yang dikemudian hari berhasil “diduduki” oleh Freeport. Melihat Freeport yang berhasil menguasai area pertambangan ini, maka Amerika Serikat segera memberikan dukungan pada Belanda dan berusaha untuk “membiarkan” Belanda menguasai Papua bagian barat ini. Lobi-lobi pemerintah RI untuk membujuk Amerika Serikat untuk menekan Belanda gagal. Hal ini membuat Soekarno marah dan berpaling ke Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet. Apalagi Uni Sovyet memberikan kemudahan untuk membeli alutsista mutakhir dan massal dan menjadikan Indonesia, negara yang memiliki kekuatan tempur terbesar di Asia setalah China.


Tri Komando Rakyat (TRIKORA) dicanangkan oleh Soekarno pada peringatan agresi militer II Belanda pada tanggal 19 Desember 1961, sebagai titik awal penggelaran pasukan untuk merebut Irian Barat (sebutan Indonesia untuk Papua bagian barat). Yang menarik adalah pernyataan Soedomo bahwa TRIKORA ini juga merupakan upaya Soekarno untuk memantapkan kembali kepercayaan rakyat pada pemerintah, akibat dari kesulitan ekonomi serta konflik berkepanjangan di beberapa daerah. Jadi ada kepentingan lain yang menunggangi TRIKORA ini.


Untuk itu, pada tanggal 2 Januari 1962 dibentuk komando tertinggi pembebasan Papua dengan nama Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan panglimanya adalah Mayjen Soeharto. Operasi militer digelar dalam 3 fase:


Infiltrasi, dimana dilakukan penyusupan ke daerah Papua bagian Barat.

Eksploitasi, dimana dilakukan penyerangan secara massif ke pusat kekuatan lawan.

Konsolidasi, dimana adanya penguasaan mutlak atas Papua bagian barat.


Untuk tahap awal, direkrut pemuda-pemuda asal Papua dan dilatih dasar-dasar militer dan intelijen oleh RPKAD (sekarang Kopassus). Kelompok pemuda ini diharapkan mampu membangun jaringan intelijen, yang nantinya akan mendukung Pasukan Indonesia dalam infiltrasi, eksploitasi dan konsolidasi. Soedomo menyatakan bahwa TNI pada waktu itu, memiliki pengetahuan yang minim akan Papua barat.

Untuk mendukung penyusupan para pemuda Papua Barat ini, maka dibentuklah task force yang terdiri dari ADRI, ALRI dan AURI. ALRI akan memberangkatkan 4 Motor Torpedo Boat (MTB) tipe jaguar: RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, RI Harimau dan RI Singa. Pada penentuan siapa pemimpin eskader kapal perang, para pemimpin ALRI tidak ada yang berani mengambil tanggung jawab untuk memimpin eskader ini. Letkol Soedomo, yang waktu itu direktur operasi pada MBAL (Markas Besar Angkatan Laut), akhir memberanikan diri untuk memimpin eskader ini. Karena komandan kapal harus berpangkat kolonel, maka Soedomo dinaikkan pangkatnya menjadi Kolonel. Melihat anak buahnya (Soedomo) ikut, Komodor Yos Sudarso (Deputi I/Operasi KASAL) memaksa untuk ikut. Soedomo dalam wawancara pada acara ini, menyesalkan keikut sertaan Komodor Yos Sudarso, karena akan merusak chain of command pada pelaksanaan di lapangan. Namun Ia juga menghormati niat baik Komodor Yos Sudarso, yang berniat untuk menancapkan bendera merah putih di tanah Papua serta mengambil tanah Papua untuk dibawah ke parlemen, sebagai bukti bahwa TNI telah mampu merebut Papua Barat.


Misi rahasia ini berangkat pada tanggal 9 Januari 1962 dari Tanjung Priok. Saking rahasianya, setiap kapal dilarang berkoordinasi dengan instansi lain di luar misi, dilarang singgah di pelabuhan yang dilewati dan bahan bakar disuplai di tengah laut. Di tengah perjalanan, RI Singa tidak dapat melanjutkan perjalanan karena kerusakan kemudi.


Setelah beberapa hari berlayar, sampailah mereka di perairan Arafuru, dimana telah lego jangkar RI Multatuli, sebuah submarine support ship yang dimiliki ALRI pada waktu itu. Di atas kapal itu, diputuskan bahwa waktu penyerangan adalah tanggal 15 Januari 1962. Pada jam 1700 waktu setempat, ketiga MTB itu bergerak ke Kaimana dengan kecepatan 20 knot dalam formasi berbanjar. Komunikasi hanya diperbolehkan di antara MTB ini saja.


Pada posisi 04-49°Selatan, 135-02°timur haluan 239°, ketiga MTB ini dipergoki oleh dua pesawat intai maritime jenis Neptune dan Firefly. Tak jauh dari posisi ketiga MTB tersebut, dua fregat Belanda: Hr.Ms. Evertsen dan Hr.Ms. Kortenaer sedang melakukan patroli. Dua fregat ini bergerak cepat dari arah depan dan lambung kanan belakang ketiga MTB ALRI. Dan tidak menunggu lama, kedua belah pihak telah saling berhadapan. Tembakan pertama pada operasi ini dilakukan oleh Hr.Ms. Kortenaer. Peluru suar yang ditembakan disusul oleh tebakan peluru tajam. Pada saat yang sama Neptune terbang rendah dengan memberi bantuan tembakan suar penerang.


RI Matjan Tutul dan RI Matjan Kumbang langsung mencoba mengusir Neptune dengan menembakkan meriam 40 mm anti serangan udara. Dua fregat Belanda tidak tinggal diam. Mereka membalas tembakan. Formasi MTB diubah dengan sistem diagonal guna menghindari cegatan dan tembakan dua fregat. Sebelah kiri, RI Matjan Kumbang; tengah, RI Harimau; dan di kanan belakang RI Matjan Tutul.



Setelah jarak tela mencapai 1,5 mil, kedua kapal perang Belanda melepaskan tembakan meriam caliber 120mm-nya. Karena keadaan telah kritis, Komodor Yos Sudarso mengambil alih pimpinan misi. Diperintahkannya untuk membalas tembakan musuh. RI Harimau dan RI Matjan Kumbang diperintahkan untuk bermanuver putar dan mengecoh Angkatan Laut Kerajaan Belanda.



Takut dengan maneuver kedua MTB, Belanda berkonsentrasi pada RI Matjan Tutul. Tembakan tidak dihentikan kepada MTB yang dinaiki Komodor Yos Sudarso ini. Belanda sudah memperhitungkan bahwa RI Matjan Tutul adalah kapal anti kapal permukaan dengan torpedo 21 inci dapat melumat kedua fregat mereka hanya dengan dua kali tembakan yang tepat. Namun, Belanda tidak mengetahui bahwa kapal ketiga MTB tidak membawa satupun torpedo.



Dua MTB berhasil lolos cegatan. Di antara asap, hempasan gelombang dan dentuman meriam, Komodor Yos Sudarso mengumandangkan pesan: “Kobarkan semangat pertempuran!”. Hingga akhirnya tembakan pamungkas kapal-kapal Belanda mengenai kamar pemyimpanan mesiu RI Matjan Tutul. Bunga api besar menerangi malam di Laut Aru. Perlahan RI Matjan Tutul tenggelam membawa Komodor Yos Sudarso, Kapten Memet (Ajudan), Kapten Kapal Wiratno dan 25 prajurit ADRI yang akan disusupkan.


Sebagian ABK RI Matjan Tutul yang selamat, berhasil ditawan oleh Belanda. Menurut kesaksian Soekirman, juru mudi RI Matjan Tutul yang selamat dan ditawan Belanda, selama diinterogasi, ia diperlihatkan foto-foto keberadaan MTB di perairan Arafuru. Soekirman juga memberikan kesaksian bahwa pesawat intai Belanda juga sudah mengendus rencana penyerangan ini, dengan seringnya melakukan patroli di perairan Arafuru serta memantau pergerakan MTB dari udara.


Kejadian ini dikritik oleh Mentri Djuanda serta menuduh AURI tidak mendukung jalannya operasi ini. Sehingga pesawat intai Belanda secara bebas berhasil mengintai dan mengendus keberadaan MTB ALRI. Menurut Oemar Dhani, AURI tidak dapat memberikan bantuan karena pesawat tempur yang diharapkan mendukung operasi ini ternyata baru tiba di Jakarta dari Uni Sovyet dan belum di-assembling. Akibatnya KASAU pada waktu itu, Komodor Suryadarma diminta mundur oleh Soekarno, dan selanjutnya Soekarno menunjuk Kolonel Oemar Dhani sebagai penggantinya serta sekaligus menaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda.


Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar