Minggu, Januari 18, 2009

NAMRU 2

Isu Namru ini merupakan episode kedua dari gebrakan Menkes, setelah sebelumnya mempersoalkan penyerahan sampel virus flu burung ke WHO, dimana WHO serta negara – negara maju justru mengkomersilkan antibody-nya tanpa ada kompensasi apapun kepada negara pemberi virus tersebut. Gebrakan ini membuat “panas” paman sam sampai sampai perlu menurunkan Menkes AS untuk “membujuk” Ibu Menkes. Kompromi pun akhirnya tercapai, dan paman sam dengan berat hati mengabulkan tuntutan Ibu Menkes ini.

Naval Medical Unit 2 atau yang dikenal dengan NAMRU 2, sudah beroperasi cukup lama di Indonesia. Lembaga riset medis AL AS ini mulai beroperasi pada tahun 1970, setelah sebelumnya ditandangani MoU-nya pada tahun 1968 antara Indonesia dan AS. Berlokasi di kompleks BALITBANGKES di daerah Percetakan Negara, Jakarta Pusat, keberadaan laboratorium ini sangat mencolok sekali. Adanya penjagaan yang ketat serta lingkungan yang terjaga rapi yang membuat keberadaannya tampil mencolok. Selama ini hubungan Namru tidak bermasalah dan juga sering berhubungan dengan lembaga sejenis Namru milik Depkes: Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MLP) yang kebetulan satu kompleks dengan Namru.

Pada tanggal 17 April 2008, Ibu Menkes meninjau Balitbangkes serta mencoba untuk melihat fasilitas Namru 2 yang juga berlokasi di tempat yang sama. Kunjungan yang juga diikuti oleh kalangan pers ini ternyata ditolak. Penolakan ini membuat Ibu Menkes marah dan menuding bahwa Namru 2 tidak membawa manfaat apapun bagi Indonesia dan lebih banyak digunakan sebagai kedok untuk kiprah intelijen AS di Indonesia.

Isu ini langsung menjadi headline di media massa Indonesia pada waktu itu. Tudingan untuk menaikkan citra diri Ibu Menkes serta partainya menjelang pemilu pun dialamatkan padanya. Akan tetapi Ibu Menkes membantah hal tersebut. Isu ini juga dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk berbagai kepentingan. Seperti para politisi DPR yang berlomba – lomba untuk tampil di media dengan memberi komentar, berniat berkunjung ke Namru 2 serta membuat pansus untuk membahas masalah ini. LSM serta mahasiswa yang anti AS juga memanfaatkan kesempatan ini untuk menyuarakan sikap anti AS yang dibungkus dengan tuntutan penutupan Namru 2. Jubir Presiden bidang hubungan LN juga terkena getahnya isu ini. Tudingan sebagai antek asing pun dialamatkan padanya, karena komentarnya yang membela keberadaan Namru 2 di Indonesia.

Isu ini juga ternyata membuka masalah-masalah lain yang selama ini tidak diketahui oleh umum seperti:

Kekebalan diplomatik yang dimiliki oleh para peneliti, membuat TNI “kesulitan” dalam mengawasi kegiatan para peneliti tersebut.

Ruang kerja Namru 2 yang dapat dikategorikan sebagai Biologica Safety Level-3, yang dapat merugikan Indonesia apabila terjadi kebocoran.

Ijin keberadaan Namru di Indonesia sebenarnya sudah selesai pada tahun 2000, dimana Menlu RI pada waktu, Alwi Shihab, sudah melayangkan surat pembatalan pada Dubes AS.

Ketertutupan pihak Namru 2 atas 9 ongoing project yang diperbolehkan RI pasca pembatalan surat tahun 2000, sehingga Indonesia tidak mengetahui perkembangan proyek tersebut.

Ijin Namru 2 seharusnya sudah berakhir pada 31 Desember 2005, namun entah mengapa masih dapat beroperasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Namru ternyata tidak mengindahkan PP no 41/2006, dimana lembaga asing yang akan melakukan penelitian di Indonesia harus meminta ijin pada Menristek.

Usulan penutupan Namru yang diusulkan oleh Dephan, TNI dan Deplu ternyata telah diusulkan cukup lama, namun tidak ada tindak lanjut.

Dalam penelitiannya, sering kali peneliti Namru memaksa dengan alasan penelitian tanpa mengindahkan keamanan dan keselamatan.

Namru 2 diposisikan oleh Kedubes AS sebagai bagian integralnya, dimana hal ini bertentangan dengan konvensi Wina tahun 1961, dimana penelitian bukanlah termasuk hal yang diatur oleh konvensi tersebut.

Kegiatan Namru 2 lebih banyak surveillance serta deteksi demi kepentingan AS. Hal ini sangat jelas dinyatakan oleh DoD GEIS dalam situsnya, yang menjadi koordinator penelitian AS di luar negeri.

Penelitian awal yang dilakukan di Indonesia, kemudian dibawa ke AS. Hal ini dapat diindikasikan sebagai tindakan pencurian spesimen milik Indonesia. Selain itu, AS tidak melakukan transfer teknologi dari penelitian-penelitiannya.

Kedubes AS dengan segera melakukan counter-information dengan mengeluarkan FAQ tentang Namru pada situs kedubes AS di Jakarta, mengundang politisi Senayan serta kalangan pers untuk melihat Namru dari dekat. Upaya ini dinilai berlebihan, bahkan cenderung menghalalkan segala cara. Tindakan Atase pers kedubes AS pada press conference yang dilakukan oleh MER-C adalah bentuk upaya penghalalan segala cara tersebut. Kegiatan counter-information ini dilakukan karena AS sangat berkeinginan untuk tetap mempertahankan keberadaan Namru di Indonesia.

Dari hasil serangkaian kunjungan serta dengar pendapat, para politisi Senayan terbelah dalam tiga sikap;

Menghentikan sama sekali kerja sama ini, yang didukung oleh Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dihentikan sementara kegiatan Namru 2 serta dievaluasi kembali kerjasama yang ada sesuai dengan kepentingan nasional. Usulan ini didukung oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Damai Sejahtera (PDS), dan sebagian anggota Fraksi BPD.

Kerja sama diperbaharui dan tetap dilanjutkan. Usulan ini didukung oleh fraksi Partai Demokrat dan Golongan Karya (Golkar).

Kabar terakhir, akhir Indonesia memutuskan untuk tidak meneruskan operasional Namru. Proses ini telah dimulai pada pertengahan 2008.

Point-point penting yang dapat kita baca dari kasus ini adalah:

Lemahnya masalah adminsitrasi negara, dimana seharusnya Namru sudah tidak dapat beroperasi lagi akan tetapi tetap dapat beroperasi.

Lemahnya posisi tawar Indonesia, sehingga diperlakukan semena-mena oleh AS.

Kepentingan politik sangat kental sekali dan diletakkan jauh di atas kepentingan masyarakat. :(

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar