Selasa, Februari 17, 2009

SINGAPORE - IT TOOK THE WHOLE NINE YARDS

It took the whole nine yards adalah istilah kiasan yang berarti mengerahkan segala daya upaya. Ya, sebuah daya upaya untuk menjadi ‘pemimpin’ dunia dan karenanya segala daya upaya dikerahkan untuk mewujudkannya.

Sedari awal Singapura menyadari bahwa dirinya miskin akan sumber daya alam dan kekayaan alam lainnya sebagaimana dua tetangga yang mengapitnya: Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu, Singapura berorientasi sebagai ‘service country’ yang menjadi penghubung dan memberikan ‘value added’. Sejak awal, Singapura telah menciptakan sebuah lingkungan bisnis terbuka dengan sedikit intervensi dari pemerintah, secara relatif bebas dari korupsi, harga barang relatif stabil. Kebijaksanaan yang dibuat adalah kebijakan pro-bisnis, pro-PMA, orientasi ekspor serta pemberdayaan BUMN untuk menggerakkan ekonomi.

Perkembangan ekonomi Singapura dapat kita lihat pada chart berikut yang bersumber dari International Monetary Fund (IMF):

Kita bisa melihat pertumbuhan GDP yang luar biasa serta penguatan nilai SGD terhadap USD, yang menjadi penanda keberhasilan ekonomi Singapura. Perlu dicatat, bahwa peran Temasek, yang merupakan holding BUMN Singapura, sangat besar kontribusinya atas pertumbuhan GDP. Temasek memberikan kontribusi 60% atas GDP Singapura. Selain Temasek, perlu disimak peran Government Investment Corporation (GIC), yang juga merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah. Yang menjadi perbedaan dari kedua holding tersebut adalah ‘bos’ menukangi masing-masing holding. Temasek ditukangi oleh Menteri Keuangan, sementara GIC ditukangi oleh kantor perdana menteri.

Strategi ekonomi yang diterapkan secara disiplin berbuah sukses. Dari tahun 1960 sampai dengan 1999, Singapura mengalami pertumbuhan rata-rata 8% per tahun. Pertumbuhan ekonomi sempat turun di tahun 1999, yakni 5,4%, diakibatkan krisis keuangan regional, namun berhasil naik kembali ke angka 9,9% di tahun 2000. Akibat penurunan ekonomi di AS, Jepang dan Uni Eropa, kembali menurunkan angka pertumbuhan menjadi negatif 2% di tahun 2001. Tahun 2002 naik kembali menjadi 2,2%, namun tahun berikutnya, 2003, turun kembali menjadi 1,1% karena isu SARS. Tahun 2004, berhasil melakukan recovery dan tumbuh 8,3%. Tahun 2005 tumbuh sebesar 6.4% dan di tahun 2006 tumbuh sebesar 7,9%. Sungguh sebuah pertumbuhan yang konsisten.

Industri manufaktur dan Financial service adalah mesin penggerak utama perekonomian Singapura dimana masing-masing berkontribusi 26% dan 22% atas GDP. Pemerintah Singapura juga mulai mendorong tumbuhnya industri kimia dan bioteknologi. Secara agresif, Singapura mendorong upaya riset serta berupaya menarik investor untuk pengembangan industri bioteknologi. Beberapa raksasa farmasi, seperti GlaxoSmithKline, Pfizer dan Merck & Co. telah berencana untuk mengembangkan pabriknya di Singapura.

Siapa saja yang memiliki kontribusi dalam meletakkan dasar-dasar strategi ekonominya? Economic Development Board dan Albert Winsemius adalah dua nama yang memiliki kontribusi yang besar pada dasar-dasar strategi ekonomi Singapura. Economic Development Board (EDB) memiliki peran yang cukup besar dalam peletakan dasar strategi ekonomi Singapura. Lembaga yang didirikan pada tahun 1961,memiliki fungsi mirip dengan BKPM-nya Indonesia, ini bertindak sebagai katalisator dan fasilitator pengembangan bisnis di Singapura. EDB secara intensif selalu berupaya mengidentifikasi peluang-peluang bisnis baru di berbagai bidang, tidak hanya di dalam negeri akan tetapi juga merambah ke berbagai regional seperti Timur Tengah, Amerika Utara, ASEAN, Jepang, India dan Cina.

Selain itu, nama Dr Albert Winsemius juga dipandang sebagai kontributor penting atas pertumbuhan ekonomi Singapura yang fantastis itu. Bermula ditugaskan oleh PBB untuk membantu pemerintahan Singapura tahun 1960, kemudian diangkat sebagai Chief Economic Advisor yang dilakoninya dari tahun 1961 sampai dengan 1984. Ekonom Belanda ini yang membantu pemerintah dalam penentuan arah kebijakan ekonomi. Kontribusi yang besar atas perekonomian Singapura membuat ia banyak mendapat penghargaan.

Membicarakan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan masalah ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan menjadi salah satu masalah besar yang berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah biasanya agak kewalahan dalam menghadapi masalah yang satu ini. Di Singapura, masalah tenaga kerja dapat ditangani dengan baik. Pemerintah berhasil ‘mengendalikan’ melalui National Trades Union Congress (NTUC). Pada tahun 2007, diperkirakan hanya 1,7% penduduk yang tidak memiliki pekerjaan dan jumlah ini merupakan penduduk berusia tua dan merupakan pensiunan. Dengan semakin berkembangnya industri, justru Singapura malah mengalami kekurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah secara aktif mengundang pekerja imigran.

Pekerja imigran digolongkan dalam 2 kelompok besar: Foreign Worker (FW) dan Foreign Talent (FT). Kebijakan atas dua kelompok ini berbeda. Dalam sistem ‘employment pass’, diberlakukan klasifikasi ‘P’, ‘Q’, ‘R’ untuk FT, sementara klasifikasi ‘S’ untuk FW. Pekerja golongan FT mendapatkan fasilitas-fasilitas khusus seperti minimum gaji dan pelayanan sosial yang didapatkan, sementara pekerja golongan FW tidak mendapatkan fasilitas tersebut. FT juga diberikan kesempatan untuk menjadi warga negara Singapura. Secara aktif, pemerintah berusaha ‘menarik’ warga negara asing yang ‘berkualifikasi’ FT, bahkan dibentuk beberapa badan khusus seperti ‘Contact Singapore’ (di bawah kementrian tenaga kerja), ‘Singapore Talent Recruitment’ (STAR), dan International Manpower Program (di bawah EDB), yang memfasilitasi FT dari negara asing ke Singapura. Penulis membahas khusus tentang FT pada bagian tulisan lain.

Itulah Singapura – It Took The Whole Nine Yards.

Salam…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar