Minggu, Februari 22, 2009

TIMOR-TIMUR: MEMILIH INDONESIA


Eurico Barros Gomes Guterres atau yang dikenal sebagai Eurico Guterres patut disebut sebagai WNI sejati. Di saat banyak warga Tim-Tim memilih menjadi warga negara Timor Leste, yang merdeka dari referendum tahun 1999, justru Ia memilih tetap menjadi WNI. Kesetiaannya pun diuji manakala pemerintah Indonesia ‘melepaskannya’ untuk diadili sebagai ‘penjahat’ HAM sebagai akibat kerusuhan pasca referendum 1999. Eurico pun bersedia masuk penjara demi mempertahankan keyakinannya untuk menjadi WNI.

Siapakah Eurico Guterres? Eurico lahir di Uatulari, dekat Viqueque pada tahun 1971. Kedua orang tuanya terbunuh akibat konflik politik yang terjadi pada masa awal integrasi. Eurico muda dibesarkan oleh seorang WNI dan disekolahkan sampai tingkat SMA. Menurut catatan, ia bersekolah di Bekora. Karena kenakalannya, ia pun putus sekolah dan menjadi kepala gangster kecil-kecilan.

Pada awalnya, ia ikut gerakan klandestin pro-kemerdekaan. Pada tahun 1988, ia tertangkap oleh intel militer dan dituduh ikut dalam komplotan yang akan membunuh Presiden Suharto yang akan berkunjung ke Tim-Tim. Penangkapan ini membuat ia menjadi agen ganda: pro-kemerdekaan dan pro-integrasi. Kemudian ia direkrut oleh Kopassus untuk menjadi informan. Karir sebagai agen ganda berakhir pada tahun 1990, setelah ketahuan oleh orang-orang dari gerakan pro-kemerdekaan.

Kemampuan ‘intel’-nya ternyata menarik perhatian Prabowo Subianto, menantu Presiden Suharto yang juga salah seorang perwira Kopassus. Ia direkrut untuk memperkuat ‘pasukan’ Garda Muda Penegak Integrasi atau Gardapaksi pada tahun 1994. ‘Pasukan’ Gardapaksi ini dibentuk dengan tujuan ‘mulia’ yakni memberikan pinjaman modal untuk selanjutnya digunakan sebagai modal usaha. Akan tetapi kenyataannya, justru banyak menjadi ‘preman’ dan ‘intel melayu’.

Naiknya Habibie ke RI-1 membawa perubahan ‘politik’ atas Tim-Tim. Habibie berniat untuk mengeluarkan kerikil dari sepatu, sebuah kiasan untuk menggambarkan masalah Tim-Tim, dengan memberikan kesempatan rakyat Tim-Tim untuk memilih integrasi dengan otonomi khusus atau merdeka sepenuhnya. Untuk mengantisipasi serta penggalangan dukungan untuk integrasi, pihak militer Indonesia memanggil para ‘dedengkot’ intel militer termasuk Eurico, untuk segera membentuk gerakan pro-integrasi (1)

Pada bulan Januari 1999, dengan bantuan militer Indonesia, ia membentuk pasukan Garda Paksi. Pasukan ini kemudian diperluas keanggotaannya dan diubah menjadi Aitarak. Menurut beberapa sumber, pasukan Aitarak ini didukung penuh oleh pasukan elit Indonesia.

Pada tanggal 17 April 1999, ia memimpin barisan milisi pro-integrasi untuk unjuk kekuatan. Eurico pun dikukuhkan sebagai Wakil Panglima Pasukan Pro-Integrasi (PPI). Pada pidato pengukuhannya, Eurico mengancam akan menangkap dan jika perlu membunuh para pengkhianat integrasi, dengan menunjuk keluarga Carascalao sebagai pengkhianat. Dan untuk tindakan tersebut, ia bersedia untuk bertanggung jawab (2).

Aitarak dan juga barisan milisi pro-integrasi sering melakukan sweeping terhadap kelompok pro-kemerdekaan. Akibatnya, terjadi serangkaian bentrok antara dua kelompok tersebut. Intensitas bentrokan semakin meningkat menjelang dan pasca refendum.

Pasca referendum, Ia merapat ke Megawati dan PDIP dan meninggalkan Golkar, yang sempat mencalonkannya sebagai caleg pada pemilu 1999. Di PDIP, ia dipercaya memimpin Pemuda Banteng. Ia meninggalkan Golkar, karena ia menganggap Habibie dan Golkar telah membiarkan Tim-Tim lepas dari Indonesia.

Tekanan internasional dan juga Timor Leste kepada Indonesia untuk mengadili ‘para penjahat’ HAM pasca referendum Tim-Tim meningkat pasca tahun 2001. Eurico Guterres adalah nama teratas dalam list para penjahat HAM Tim-Tim. Sempat hendak diajukan ke pengadilan oleh Presiden Abdurahman Wahid, namun atas desakan militer dibatalkan. Pada masa pemerintahan Megawati, akhirnya ia diajukan ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran HAM. Mungkin karena Megawati dan PDIP bersikap pragmatis dengan membiarkannya diajukan ke pengadilan HAM serta kehadiran Megawati pada hari kemerdekaan Timor Leste yang seolah ‘merestui’ kemerdekaan itu, Eurico akhirnya meninggalkan PDIP dan bergabung dengan PAN. Seperti yang kita ketahui, Megawati sempat ke Tim-Tim sebelum jajak pendapat dan kunjungan tersebut dianggap simbol ‘mendukung’ gerakan pro-integrasi.

Eurico pun akhirnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada tahun 2002. Ia pun berjuang melawan ‘ketidak adilan’ sampai tingkat MA. Pada tahun 2006, meskipun masih dalam penjara, Ia terpilih menjadi ketua DPW PAN NTT. Pada tahun 2008, ia bebas dari penjara dan saat ini sedang bersiap-siap bertarung untuk pemilu 2009 sebagai caleg PAN mewakili dapil NTT 2.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar