Minggu, Februari 22, 2009

TIMOR-TIMUR: AUSTRALIA ‘SRIGALA BERBULU DOMBA’

Australia sangat berambisi untuk ‘menguasai’ Timor Leste. Apa yang membuat Australia begitu bernafsu? Tak lain adalah kepentingan Australia untuk menguasai Celah Timor yang kaya akan minyak dan gas. Upaya Australia untuk menguasai Celah Timor ini karena nilai tambang yang dihasilkan diperkirakan sebesar USD 10 trilyun. Aussie, sebutan ‘gaul’ untuk Australia, berupaya bernegosiasi dengan pemerintah Portugis. Negosiasi tersebut ‘gagal’ karena Portugis tidak mau mengikuti ‘kemauan’ Aussie dan menilai perjanjian yang akan dihasilkan lebih banyak menguntung Aussie semata. Hal ini ditambah lagi dengan perubahan politik di Portugis yang cenderung kiri serta berlarutnya proses negosiasi membuat Aussie mencari alternatif baru.

Kegagalan AS dan sekutunya (termasuk Aussie) pada perang Vietnam serta ketakutan akan pengaruh komunis di Asia Tenggara, dilihat Aussie sebagai ‘peluang’ lain untuk menguasai Celah Timor. Aussie ‘melihat’ Indonesia sebagai negara yang pas untuk ‘dikerjain’ dan diperkirakan mau mengikuti kemauan Aussie untuk menguasai Celah Timor (1). Apalagi hubungan Indonesia dengan negara-negara ‘barat’ termasuk Aussie sedang menghangat. PM Aussie pada waktu itu, Gough Whitlam, memiliki hubungan erat dengan para pemimpin Jakarta, memanfaatkan kesempatan ini dengan ‘mendorong’ Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan di Timor Portugis. Sebenarnya, Indonesia tidak begitu tertarik dengan rencana untuk pengambil alihan kekuasaan di Timor Portugis. Dalam berbagai kesempatan, Indonesia menyatakan tidak ingin mencari kekuasaan di luar wilayah bekas koloni Belanda, yang secara eksplisit merujuk pada wilayah Timor Portugis (2). Dalam beberapa pertemuan antara pejabat tinggi Indonesia dengan Aussie, mereka menyatakan bahwa pendirian negara Timor Portugis tidak layak serta mengancam stabilitas keamanan regional. Ancaman akan bahaya komunis ternyata ‘termakan’ oleh para pemimpin Indonesia yang memang sangat phobia dengan komunis.

Padahal Aussie sebenarnya punya peluang masuk langsung ke Timor Portugis pada waktu itu. Berdirinya partai ADITLA (Associacao Democratica da Integraciao de Timor Leste a Australia/Asosiasi Integrasi Demokratis Rakyat Timor ke Australia) sebenarnya dapat dimanfaatkan Aussie. Karena ‘kegagalan’ pada perang Vietnam yang menumbuhkan semangat anti perang pada waktu itu serta opsi mendorong Indonesia mengambil alih Timor Portugis terlihat lebih menguntungkan, membuat Aussie menolak usulan ADITLA. Partai tersebut akhirnya membubarkan diri.

Di awali dengan operasi intelijen bersandi ‘Komodo’ yang bertujuan untuk pembentukan serta memperkuat opini agar berintegrasi dengan Indonesia, pada tanggal 7 Desember 1975, Indonesia resmi mengambil alih kekuasaan Timor Portugis dan merubahnya menjadi Timor Timur.

Ternyata perundingan dengan Indonesia tidak mudah sebagaimana perkiraan sebelumnya. Perundingan yang berlarut – larut serta pemaksaan kehendak Aussie, membuat Indonesia setengah hati untuk meneruskan perundingan. Perjanjian Celah Timor antara Indonesia dan Australia baru ditanda tangani pada tanggal 11 Desember 1989. Dari dalam negeri Indonesia, perjanjian tersebut banyak dikecam karena lebih menguntungkan Australia serta keterlibatan keluarga Cendana, yang dianggap sebagai imbalan atas perjanjian tersebut.

Aussie tampak low-profile dalam masalah Celah Timor dan membiarkan Indonesia ‘berdarah-darah’ di dunia internasional. Bahkan secara terbuka Aussie ‘menyerang’ Indonesia atas berbagai pelanggaran HAM, terutama pada peristiwa Dili tanggal 12 November 1991. Australia dengan sengaja melindungi warga Tim-Tim yang mengungsi. Selain itu, secara aktif mendorong aksi-aksi penuntutan kemerdekaan bagi warga Tim-Tim. Perjanjian Celah Timor antara Indonesia dan Australia praktis tidak berlaku semenjak Tim-Tim memisahkan diri dari Indonesia. Seharusnya dengan tidak berlakunya perjanjian tersebut, pihak Australia harus menghentikan produksinya, akan tetapi Aussie tetap produksi.

Ambisi Aussie untuk menguasai Celah Timor sangat terlihat dengan melakukan pendekatan yang sangat intensif dengan berbagai pemimpin Timor Leste. Belang Australia, yang selama ini terlihat ‘membela’ rakyat Timor Leste, terbuka ketika pada hari kemerdekaan Timor Leste tanggal 20 Mei 2002, Australia dan Timor Leste segera menanda tangani penanganan Celah Timor. Perjanjian tersebut menyebutkan bahwa 90 persen bagian dari total hasil penguasaan tambang di kawasan operasi bersama di ladang Bayu-Undan untuk Timor Leste, sedangkan 10 persen lagi untuk Australia. Memang perjanjian tersebut terlihat ‘menguntungkan’ Timor Leste, namun Aussie secara licik tidak memasukkan ladang Greater Sunrise dan Laminaria-Corallina, yang hasil tambangnya jauh lebih banyak (diperkirakan 3 sampai 7 kali lipat) dari ladang Bayu-Undan. Ladang Greater Sunrise dan Laminaria-Corallina berada di wilayah, yang seharusnya Timor Leste juga mendapatkan bagian. Diperkirakan Aussie sudah menangguk untung sebesar satu miliar dollar Australia dari kedua ladang itu.

Merasa ada ketimpangan yang menyolok dari perjanjian tersebut, PM Timor Leste pada waktu itu, Mari Alkatiri bersuara keras dan mendesak untuk merevisi perjanjian Celah Timor. Dan untuk mendukung revisi perjanjian tersebut, Presiden Xanana Gusmao mengajukan batas landas kontinen ke arbitrase internasional. Dengan pengajuan ini, diharapkan Timor Leste dapat memperoleh keuntungan yang selama ini dinikmati oleh Australia.

Tapi upaya pengajuan batas landas kontinen yang diajukan pada tahun 2006 dianggap terlambat. Aussie sudah mengantisipasi masalah tersebut, dimana pada saat penanda tanganan perjanjian Celah Timor, opsi penyelesaian sengketa perbatasan melalui arbitrase internasional telah dihapus dan pihak Timor Leste tidak menyadari hal tersebut.

Pada April 2004, Presiden Xanana Gusmao di depan peserta konferensi negara-negara donor untuk Timor Leste, mengeluhkan Aussie yang dianggap ‘mencuri’ uang rakyat Timor Leste. Australia langsung meradang mendengar tuduhan ini. Menlu Alexander Downer menyebut Xanana ‘tidak tahu diuntung’ dan menyebutkan ‘jasa’ Australia yang telah memberikan porsi besar atas lading Banyu-Undan serta bantuan senilai 170 juta dolar Australia kepada Timor Leste.

Dengan tindakan seperti itu, Aussie rasanya pantas dijuluki ‘srigala berbulu domba’..

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar