Minggu, Februari 22, 2009

TIMOR–TIMUR: PRA-INTEGRASI

Timor Portugis adalah nama resmi daerah Timor Timur sebelum integrasi dengan Indonesia. Bangsa Portugis tercata sebagai bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kaki di daerah Timor-Timur dan terus mempertahankan kehadirannya sampai pada tahun 1702, daerah ini di deklarasikan sebagai koloni Portugis. Pada awal kedatangannya adalah untuk berdagang, dimana daerah ini merupakan penghasil sandalwood dan kopi, namun kemudian mencoba menguasainya. Daerah ini merupakan satu-satunya daerah yang tidak dikuasai oleh colonial Belanda, yang menguasai sebagian besar daerah Indonesia lainnya selama 3 abad.

Portugis memperkenalkan banyak hal pada masyarakat Timor Timur, seperti sistem pajak, tentara bayaran dan sistem perburuan rusa dan menjadi salah satu barang ekspor, selain sandalwood dan kopi. Di bidang sosial, Portugis memperkenalkan agama katolik, sistem penulisan romawi, teknik percetakan dan sekolah formal, meskipun dengan jumlah sekolah terbatas dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat pendidikan tersebut. Portugis juga memperkenalkan pembagian ‘kasta’: kelompok Portugis dan kelompok Portugis Asia. Bahasa yang digunakan pada kegiatan formal adalah bahasa Portugis dan bahasa Melayu.

Pada saat deklarasi sebagai koloni Portugis, ibu kota Timor Portugis adalah Lifau. Ibu kota tersebut kemudia pindah ke Dili pada tahun 1767, karena adanya penyerangan dari Belanda, yang telah menguasai sebagian Pulau Timor sebelah barat. Perjanjian perbatasan antara Timor Portugis dengan colonial Belanda ditandatangani pada tahun 1859, yang dikenal dengan nama Treaty of Lisbon. Pada tahun 1913, Portugis dan Belanda secara formal membagi Pulau Timor. Penegasan perjanjian perbatasan dipertegas lagi pada perundingan antara Portugis dan Belanda di Den Hague pada tahun 1916. Di kemudian hari, perjanjian perbatasan yang ditanda tangani di Den Hague inilah menjadi dasar perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.

Portugis sangat mengeruk kekayaan alam Timor, namun tidak memberikan imbal balik pada bangsa Timor Portugis. Pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan sangat minimal. Sampai tahun 1973, jumlah pendduk yang ‘melek huruf’ tidak lebih dari 7% dari total penduduk Timor Portugis. Oleh karena itu, sangat mengherankan bila Portugis mengaku sebagai ‘pahlawan’ dalam pembangunan Timor Timur.

Pada awal abad dua puluh, Portugis mulai membagi sedikit demi sedikit keuntungan ekonomi atas ekspor Timor Portugis, yang telah dinikmati lebih dari dua abad sebelumnya. Pembagian ‘sedikit’ keuntungan tersebut menyebabkan masyarakat Timor Portugis sadar atas keuntungan yang dinikmati oleh Portugis. Mereka pun menuntut lebih atas ‘keuntungan’ yang diperoleh Portugis, namun ditolak. Pada tahun 1910 sampai 1912, terjadi pemberontakan namun berhasil dipadamkan. Para pemberontak ini kemudian dibuang ke koloni Portugis lainnya: Mozambik dan Macau.

Selama perang dunia kedua, meskipun Portugal bersikap netral, Timor Portugis mendapat bantuan penjagaan dari Belanda dan Australia, untuk mengantisipasi invasi Jepang semenjak Desember 1941. Jepang berhasil menguasai Timor secara keseluruhan pada bulan Februari 1942 dan menjadikan Jepang sebagai penguasa tunggal pulau Timor. Pasukan Belanda dan Australia yang terjebak, melakukan perlawanan dengan cara gerilya serta dibantu oleh masyarakat Timor Portugis. Peperangan gerilya yang berkepanjangan ini, menyebabkan perekonomian hancur serta kekurangan bahan pangan.

Setelah perang dunia kedua selesai, Portugis segera mengklaim kembali Timor Portugis. Untuk membangun kembali perekonomian Timor Portugis, administrator colonial menekan para kepala suku untuk dapat ‘menyumbangkan’ tenaga kerja untuk memperbaiki pertanian. Administrator kolonial menyerahkan masalah pendidikan rakyat Timor ke pihak gereja. Penyerahan masalah pendidikan ini sedikit meningkatkan jumlah orang berpendidikan. Orang-orang yang berpendidikan ‘lebih’ inilah, yang menjadi pemimpin, baik menjadi pemimpin ‘pemberontakan’ maupun pemimpin ‘pemerintahan Indonesia’.

Perubahan politik akibat adanya kudeta pada bulan April 1974 di Portugal yang cenderung kiri serta memberi harapan ‘merdeka’ untuk koloni Portugis, berdampak pada kondisi politik di Timor Portugis. Muncul tiga parpol yang memiliki kepentingan berbeda. Parpol tersebut adalah Partai Uni Demokratik Timor (UDT), FRETILIN dan Apodeti. UDT pada awalnya berniat untuk menjadikan Timor Portugis tetap sebagai Protektorat Portugis, namun setelah melihat perkembangan politik, berniat memperjuangkan kemerdekaan. FRETILIN/ASDT dengan doktrin sosialis, memilih untuk memerdekakan Timor Portugis. FRETILIN juga mengklaim sebagai satu-satunya wakil rakyat Timor Portugis. Apodeti berniat menjadikan Timor Portugis sebagai bagian dari Indonesia. Alasan yang dikemukakan Apodeti adalah lemahnya perekonomian serta kondisi georafi yang lebih dekat ke Indonesia. Selain tiga parpol ‘besar’, ada dua parpol ‘kecil’: KOTA, Trabalhista dan ADITLA. KOTA dan Trabalhista memiliki niatan yang sama dengan Apodeti, yaitu memilih bergabung dengan Indonesia. ADITLA memperjuangkan ide untuk bergabung dengan Australia, namun ide tersebut ditolak oleh Australia.

Perkembangan politik di Timor Portugis diamati oleh Indonesia dan Australia. Indonesia mengkhawatirkan perkembangan ‘politik kiri’ serta hal ini dapat memicu keinginan untuk merdeka dari beberapa propinsi seperti Aceh, Irian Barat dan Maluku. Australia, dibawah pemerintahan partai buruh yang dipimpin oleh Gough Whitlam, malah menyarankan Indonesia untuk mengambil alih pemerintahan Timor Portugis. Saran ini atas pertimbangan bahwa Timor Portugis ‘tidak bertuan’ karena Portugal sudah menarik pasukan serta membiarkan Timor Portugis. Hal ini dapat menjadi potensi ancaman atas stabilitas keamanan regional. Alasan lain adalah Indonesia mudah ‘diperalat’ dan mempermudah upaya Australia menguasai sumber minyak di Celah Timor.

AS juga mengkhawatirkan perkembangan Timor Portugis ini. Setelah ‘gagal’ menundukkan Vietnam, kekhawatiran AS semakin membesar dengan perkembangan gerakan kiri di Timor Portugis. AS juga ‘mempengaruhi’ Indonesia untuk mengambil alih segera ‘tanah tidak bertuan’ tersebut.

Setelah terjadi perang sipil di Timor Portugis akibat pertikaian politik, maka pada bulan Desember 1975, Indonesia mengambil alih pemerintahan di Timor Portugis, merubah namanya menjadi Timor Timur dan menjadikannya sebagai provinsi ke 27.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar