Selasa, Februari 17, 2009

SINGAPORE = LEE KUAN YEW?

Lee Kuan Yew identik dengan Singapura. Singapura saat ini adalah bentuk pengejawantahan dari pemikiran-pemikiran Lee di masa mudanya. Ia telah memimpin Singapura semenjak tahun 1959 sampai dengan tahun 1990 dengan posisi Perdana Menteri. Kemudian beralih menjadi Menteri Senior setelah melakukan suksesi dengan Goh Chok Tong. Posisi ini ia jabat sampai dengan tahun 2004 dan selanjutnya menjadi Menteri Mentor, untuk putranya Lee Hsien Loong. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa jabatan Menteri Senior dan Menteri Mentor adalah bentuk keengganan Lee Kuan Yew untuk ‘melepaskan’ Singapura dari genggamannya. Konon kabarnya Lee Kuan Yew masih punya ‘power’ untuk menentukan kebijakan Singapura ketimbang anaknya yang saat ini menjabat sebagai Perdana Menteri.

Siapa Lee Kuan Yew? Lee merupakan generasi keempat dari sebuah keluarga Cina-Singapura, yang dahulunya berasal dari Guangdong, Cina. Ia lahir pada tanggal 16 September 1923. Karena pengaruh budaya Inggris yang didapat oleh kakek dan ayahnya, Lee kecil mendapat panggilan kesayangan ‘Harry’, yang kemudian menjadi nama pertamanya. Meskipun demikian, Lee jarang menggunakan nama tersebut dalam urusan resmi dan hanya kalangan dekatnyalah yang masih memanggilnya ‘Harry’.

Ia mendapat pendidikan a la Inggris sampai mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fitzwilliam College, Cambridge, Inggris. Tahun 1949, kembali ke Singapura dan bekerja sebagai pengacara pada John Laycock. John Laycock inilah yang mengantarkan Lee muda menjadi politikus sekaligus pemimpin Singapura. Melalui kantor pengacara ini, ia membuka kontak dan membuat jaringan dengan masyarakat Cina.

Pada tahun 1954, ia bersama teman-temannya yang berlatar belakang pendidikan Inggris mendirikan partai People's Action Party (PAP). PAP mendeskripsikan dirinya sebagai ‘partai sosialis’, karena ingin menarik massa partai komunis Malaysia (Malayan Communist Party (MCP)) dinyatakan terlarang. Di samping itu, PAP dan MCP memiliki visi yang sama yakni mendirikan pemerintahan sendiri dan mengakhiri kekuasaan Inggris. Meskipun sudah beraliansi, ternyata anggota MCP banyak memberikan tekanan pada Lee. Untunglah Lee masih dipercaya sebagai senator sehingga kedudukannya kuat. Dengan kelihaiannya, Ia mendapatkan plenipotentiary sehingga memiliki posisi kuat pada partai.

Pada pemilihan tahun 1959, PAP memenangkan pemilu dengan merebut 43 kursi dari 51 kursi legislatif yang diperebutkan. Kemenangan ini mengantar Lee menjadi Perdana Menteri pertama Singapura, namun minus kekuasaan di bidang pertahanan dan luar negeri.

Pada tahun 1961, ia bergabung dengan Tunku Abdul Rahman, Perdana Menteri Malaya untuk membentuk negara Federasi Malaysia, bersama negara bagian Sabah dan Serawak. Melalui sebuah referendum di tahun 1963, Singapura setuju bergabung dengan Federasi Malaysia. Usaha penggabungan ini, banyak ditentang oleh kamum komunis Singapura. Melalui Operation Coldstore, Ia berhasil ‘membersihkan’ PAP dari kaum komunis serta memperkuat posisinya sebagai sekjen. Pengalaman inilah yang dikemudian hari dipergunakan untuk ‘membersihkan’ orang-orang yang beroposisi dengan pemerintah serta membentuk pemerintahan ‘satu partai’ yang terbukti ‘efektif’, meskipun banyak menuai kecaman karena tidak demokratis.

Kurang harmonisnya hubungan antara kaum Melayu dan Cina, serta adanya politik bumiputra, memaksa Lee untuk mengambil keputusan untuk memisahkan diri dari Federasi Malaysia. Pada tanggal 7 Agustus 1965, Lee menanda tangani perjanjian pemisahan Singapura dari Federasi Malaysia dan menyatakan diri sebagai negara merdeka. Dengan segera, Lee berusaha untuk mencari pengakuan atas negara yang baru merdeka ini. Di dalam negeri, Lee memberikan perhatian khusus atas perekonomian, keamanan nasional serta berbagai isu sosial.

Di bidang perekonomian, dengan bantuan Dr Albert Winsemius, Lee membangun Singapura menjadi negara industri. Bersama Goh Keng Swee dan Hon Sui Sen, ia membuat dan menerapkan berbagai kebijakan-kebijakan ekonomi Singapura.

Di bidang keamanan nasional, bersama Goh Keng Swee, ia merancang dan membangun Singapore Armed Forces (SAF). Dalam membangun SAF, ia meniru model Angkatan Bersenjata Israel. Agar pas dengan tiruannya, maka didatangkan instruktur-instruktur militer dari Israel. Hubungan dengan Israel sangat erat dan merupakan hubungan ‘simbiosis mutualis’ dengan Singapura. Israel butuh Singapura, karena Singapura merupakan ‘tempat strategis’ untuk memantau segala ‘usaha’-nya di Asia Tenggara. Singapura butuh Israel, karena Israel (dan orang-orang Yahudi) memiliki lobby dan kekuatan ‘ekonomi’ di dunia.

Di bidang sosial, ada beberapa isu nasional yang diputuskan seperti bahasa nasional (Inggris (first priority); Melayu, Mandarin dan Tamil (second priorities)), penerapan kebijakan multirasial dan menjaga harmoni antar umat beragama, penerapan pencegahan korupsi di pemerintahan, keluarga berencana.

Selama 3 dekade, Lee membawa Singapura dari sebuah negara berkembang menjadi negara maju yang setara dengan negara-negara maju di Amerika dan Eropa. Lee menyatakan bahwa sumber kekuatan Singapura adalah kekuatan sumber daya manusia dengan etik kerja yang kuat. Terlepas dari berbagai ‘kontroversi’ yang telah dilakukannya, ia telah meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk Singapura serta masih ‘mengontrol’-nya hingga saat ini.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar