Jumat, Maret 27, 2009

COAST GUARD: BAKORKAMLA

Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) atau dalam bahasa Inggris adalah Indonesia Maritime Security Coordinating Board (IMSCB) adalah badan yang dibentuk kembali setelah pada tahun 1972 sempat dibentuk badan yang sama namun vakum. Mulai tahun 2003, Menko Polkam membentuk Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Selain itu diadakan serangkaian seminar dan rapat koordinasi lintas sektoral untuk pemantapan suatu badan penegakan hukum di laut. Pada tanggal 29 Desember 2005, melalui Peraturan Pemerintah no 81 tahun 2005 dibentuklah kembali Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Bakorkamla ini beranggotakan 12 instansi: Dephan, TNI-AL, TNI-AU, Polri, BIN, Kejakgung, Depkumham, DKP, Dephub, Depkeu, Depdagri dan Deplu.
Dengan visi terwujudnya upaya penciptaan keamanan, keselamatan dan pengakan hukum dalam wilayah perairan Indonesia secara terpadu, Bakorkamla mempunyai misi (1):
Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum di bidang keamanan laut
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dan operasi keamanan laut di wilayah perairan Indonesia.
Merumuskan dan menetapkan penyelenggaraan dukungan teknis dan administrasi di bidang keamanan laut.
Membantu peningkatan kapasitas kelembagaan di bidang keamanan laut
Mendorong peningkatan peran serta masyarakat di bidang keamanan laut.
Kritikan
Pembentukan Bakorkamla tahun 1972, yang dibentuk berdasarkan Skep bersama Menhankam/Pangab, Menkeu, Menkeh dan Jakgung tahun 1972, sepertinya tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah. Bakorkamla hanya berfungsi sebagai badan koordinasi semata dan tidak menghilangkan kewenangan instansi di bawahnya dalam penegakan hukum di laut. Fungsi inilah yang menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan tugas serta tumpang tindih dalam pelaksanaan di lapangan. Secara operasional, Bakorkamla bentukan tahun 1972 dengan Bakorkamla bentukan tahun 2005 tidak berbeda jauh, karena mengandalkan pada instansi yang sudah eksis pada Bakorkamla bentukan tahun 1972.
Selain itu, ‘ego’ masing-masing instansi menyebabkan lemahnya kerja sama serta menimbulkan biaya tinggi bagi perusahaan pelayaran.
Selain itu, ada gelagat instansi-instansi ‘darat’ mencoba untuk melebarkan kewenangannya ke wilayah laut. Hal ini aneh, karena secara yuridis seharusnya rezim hukum di darat tidak sama dengan hukum laut. Perlu dipahami bahwa rezim hukum di laut menganut pada ‘bendera’ kapal yang mendeklarasikan suatu negara.
Pembentukan Bakorkamla ini juga menjadi kendala bagi pembentukan Penjaga Laut dan Pantai (Palapa), yang diharapkan nantinya mempunyai kekuatan ‘tunggal’ dalam penegakan hukum di laut.
Belajar dari Malaysia
Malaysia rupanya belajar dari kegagalan Bakorkamla bentukan tahun 1972. Pada tahun 2005, dibentuklah Maritime Enforcement Agency, yang menjadikan badan ini penegak hukum ‘tunggal’ di laut. Badan ini merupakan suatu badan pemerintahan yang bertanggung jawab langsung ke PM Malaysia. Pendirian badan ini juga sekaligus menghilangkan ‘wewenang hukum’ 11 instansi yang selama ini mempunyai wewenang di laut. Badan ini dapat dijadikan kekuatan cadangan AL Malaysia (TLDM) bila diperlukan. ‘Coast Guard’ Malaysia ini juga dilengkapi dengan ‘pasukan khusus’ yang disebut ‘STAR’, yang sebagian direkrut dari AL dan AU Malaysia.
Keluarnya UU no 17/2008 diharapkan menjadi tonggak awal berdirinya ‘coast guard’ Indonesia. Sebagaimana diamanatkan oleh UU tersebut, maka akan dibentuk Penjaga Laut dan Pantai Republik Indonesia (PALAPA-RI) atau dalam bahasa Inggris: Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG). Diharapkan pada tahun 2009 ini telah terbentuk ISCG dan mulai efektif beroperasi pada tahun 2010.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar