Jumat, Maret 06, 2009

MERCENARY: THE INVICIBLE MAN – 4

Timothy Simon Spicer atau dikenal dengan nama Tim Spicer adalah salah satu ‘pemain’ tangguh dalam bisnis PMC. Ia pernah berkiprah di AD Inggris pada kesatuan Scots Guards, dengan pangkat terakhir letkol. Spicer pernah terlibat dalam perang Malvinas tahun 1982, bertugas di Irlandia Utara dan Bosnia.
Lahir tahun 1952 di kota Aldershot, Inggris. Spicer mengikuti jejak ayahnya masuk ke AD Inggris dengan memasuki Sandhurst dan bergabung dengan Scots Guards. Pernah mencoba untuk melamar menjadi prajurit SAS, namun gagal pada tahap awal.
Spicer menjadi sosok kontroversial ketika bertugas di Irlandia Utara pada tahun 1992. Pasukan Scots Guards yang dipimpinnya terlibat kasus penembakan seorang remaja simpatisan Tentara Perlawanan Irlandia Utara (IRA), Peter McBride. McBride diketahui tidak bersenjata dan tidak melakukan tindakan mengancam pada saat penembakan. Penembakan ini membuat murka para pentolan IRA dan menjadi pasukan Scots Guards sebagai sasaran tembak. Untuk menghindari pembalasan dari IRA, maka otoritas militer Inggris menarik pasukan Spicer dari penugasannya di Irlandia Utara.
Membangun bisnis
Pada tahun 1994, Spicer keluar dari dinas ketentaraan dan terjun ke bisnis PMC. Ia mendirikan Sandline International, dan menawarkan jasa pelatihan militer, bantuan operasional tempur (kelengkapan dan pengadaan senjata serta bantuan militer terbatas), pengumpulan data intel, dan jasa kehumasan untuk pemerintah dan korporasi.
Sandline membuat sensasi pada tahun 1997. Mendapatkan sub-kontrak dari Executive Outcomes (EO) untuk membantu Pemerintah Papua Nugini (PNG) memerangi kelompok pemberontak di Pulau Bougenville. Ternyata yang disebut pemberontak itu adalah pemilik perusahaan pertambangan Panguna Cooper Mines (PCM), Francis Ona, serta karyawan perusahaan tersebut. Mereka adalah penduduk asli pulau tersebut. Alasan Pemerintah PNG untuk memerangi PCM karena terbujuk rayuan ‘gombal’ perusahaan tambang Australia, CRA. CRA, melalui tangan pemerintah PNG, telah berusaha memerangi PCM sejak tahun 1987 namun gagal. Akhirnya pemerintah PNG memberikan kontrak membasmi pemberontak pada EO, yang kemudian di-sub-kontrak ke Sandline. Bantuan operasi militer ini gagal, karena adanya kecemburuan sosial atas kesejahteraan antara tentara PNG dengan para mercenary. Ketidak puasan ini mendorong adanya pemberontakan tentara PNG atas pemerintahnya. Atas pengaruh pemerintah Inggris, pasukan Sandline berhasil dipulangkan dari PNG.
Sensai lain yang dibuat adalah skandal penjualan senjata ke Sierra Leone pada tahun 1998. Pada saat itu, Sierra Leone terkena embargo senjata dari PBB. Presiden terguling Sierra Leone, Ahmad Kabbah, melalui banker India, Rakesh Saxena, membuat kontrak untuk pengadaan senjata serta pelatihan milisi guna menggulingkan Presiden hasil kudeta, Mayor Johnny Paul. Imbalan pengadaan dan pelatihan ini adalah konsesi pertambangan berlian dan mineral senilai 10 juta dolar AS. Skandal ini terbongkar dan membuat malu pemerintah Inggris, karena Pemerintah Inggris, melalui British FCO, mengetahui kegiatan Spicer dan Sandline namun menutup mata atas kegiatan tersebut. Akibatnya, pemerintah Inggris dituduh turut campur dalam upaya penggulingan pemerintahan Sierra Leone hasil kudeta.
Di akhir tahun 1999, Spicer meninggalkan Sandline dan membentuk perusahaan baru ‘Crisis and Risk Management Ltd’ (CRM). Sandline sendiri akhirnya membubarkan diri pada tahun 2004. Pada tahun 2001, CRM berubah nama menjadi ‘Strategic Consulting International’ dan juga membentuk ‘Trident Maritime’, sebuah PMC yang memiliki spesialisasi pada anti pembajakan laut.
Pada tahun 2003, ia mendirikan ‘Aegis Defense Service’ dan duduk sebagai CEO. Aegis ini diperkuat oleh para mantan petinggi militer Inggris seperti Marsekal Lord Inge dan Jenderal Sir Roger Wheeler, keduanya mantan pangab Inggris. Pada tahun 2004, Aegis mendapat kontrak dari pemerintah AS senilai 293 milyar dolar AS selama tiga tahun, untuk berbagai ‘tenaga lepas’ jasa pengamanan yang diberikan, termasuk jasa pengumpulan data intel untuk AD AS. Total ‘tenaga lepas’ Aegis di Irak adalah 900 operator dengan berbagai tugas.
Tahun 2005, ia mendapatkan penghargaan dari PBB atas keterlibatan dalam pelaksanaan pemili di Irak.
Ia memiliki ambisi pengembangan proyek ‘rahasia’ di Rusia dan Cina.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar